MAKASSAR, BKM — Hubungan antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan dengan legislator di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) belum harmonis. Bahkan kian renggang. Komunikasi antara pihak eksekutif dengan legislatif masih menuai jalan buntu.
Pada Rabu (3/8) kemarin, pihak legislatif mengagendakan rapat Badan Anggaran (Banggar) guna menindaklanjuti hasil Rapat Pimpinan (Rapim) yang digelar pada Selasa (2/8). Pantauan koran ini, rapat Banggar dilakukan secara tertutup. “Mungkin rapat digelar secara tertutup,” ujar Ketua Fraksi PPP DPRD Sulsel Imam Fauzan, kemarin.
Legislator Partai Demokrat Sulsel Selle KS Dalle yang dimintai konfirmasi tentang salah satu poin yang dibahas dalam rapat, mengaku jika dirinya tidak ikut pembahasan hingga selesai. “Maaf, saya tidak ikut sampai selesai,” tulis Selle melalui pesan WhatsApp.
Wakil Ketua DPRD Sulsel Muzayyin Arif juga mengaku tidak ikut. “Saya tidak sempat hadir di ruang rapat. Sedang ada kegiatan diluar kantor,” ujar legislator PKS ini.
Sebelumnya, Ketua DPRD Sulsel Andi Ina Kartika Sari menyayangkan langkah Pemprov Sulsel memilih menggunakan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) dan mengabaikan Peraturan Daerah (Perda) untuk Laporan Pertanggungjawaban (LPj) APBD Sulsel 2021.
Hal itu disampaikan Andi Ina setelah rapat tim banggar DPRD Sulsel dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Sulsel di Gedung DPRD Sulsel, Senin (1/8) siang. “Kami sangat sayangkan oleh karena pengambilan keputusan itu (Pemprov Sulsel), sama sekali tidak ada komunikasi dengan kami,” kata Andi Ina.
Legislator Partai Golkar ini menilai, Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman tidak berkomunikasi dengan dewan untuk mengambil langkah penggunaan perkada. Padahal, katanya, DPRD Sulsel telah membuka ruang untuk mengagendakan rapat paripurna ulang. Bahkan, anggota dewan juga telah terbang ke Jakarta menemui Kemendagri guna berkonsultasi.
“Kami sayangkan langkah yang telah diambil Pemprov Sulsel. Penggunaan perkada diputuskan sendiri oleh pihak eksekutif,” tandas Andi Ina.
DPRD Sulsel awalnya berpandangan batas akhir rapat paripurna pada 20 Juli 2022. Belakangan berdasarkan hasil konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), batas akhir rupanya 1 Agustus 2022.
DPRD Sulsel telah mengundang TAPD Sulsel rapat bersama dengan tim Banggar. “Sebelum rapat Banggar, kami pertanyakan secara langsung seperti apa langkah TAPD mengenai LKPj ini. Jawabannya, mereka sudah memutuskan itu melalui perkada,” ungkap Andi Ina.
Ia menambahkan, DPRD Sulsel sejatinya telah membuka ruang rapat paripurna ulang untuk penandatangan bersama LKPj APBD Sulsel 2022. Menurutnya, DPRD Sulsel telah menjalankan tugasnya sesuai kewenangan.
“Jadi seperti apa disampaikan TAPD, terkait dengan LPJ ABPD Sulsel 2021, menurut kami ruang untuk ada paripurna ulang sesuai hasil konsultasi Kemendagri. Kami telah melakukan dan sampaikan hasil konsultasi itu ada tanggal menurut kami dan Kemendagri berbeda. Menurut Kemendagri, batas akhir penandatangan bersama itu 1 Agustus,” terangnya.
Ina menjelaskan, rapat paripurna pada 20 Juli 2022 lalu tidak berakhir dengan penandatangan bersama karena syarat formal tidak terpenuhi. Ketika itu, Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman sedang menunaikan ibadah haji di Tanah Suci. Sementara Sekretaris Provinsi Abdul Hayat Gani datang tanpa membawa surat mandat. Akhirnya DPRD Sulsel tidak menandatangani LKPj APBD Sulsel 2022.
“Kami di DPRD sudah menjalankan tugas sesuai dengan kewenangan. Kemudian akhirnya di ujung tidak terjadi penandangan bersama pada 20 Juli lalu. Ada hal yang menurut kami menurut syarat formal tidak terpenuhi,” katanya.
Tak jauh berbeda dengan pandangan Wakil Ketua DPRD Sulsel Ni’matullah. Dia bilang, pengesahan LPj APBD 2021 lewat mekanisme paripurna di DPRD dinilai masih memungkinkan.
“Kalau kami tidak mau pakai jalan itu (Perkada). Kita mau paripurnalah, supaya harmonisasi DPRD dengan pemprov tetap terjaga,” ungkap Ulla, Rabu (3/8).
Menurutnya, DPRD menginginkan Ranperda LPj APBD 2021 disetujui melalui rapat paripurna. Sebab kata dia, hal ini bisa menjadi gambaran sinergitas DPRD dan Pemprov Sulsel.
Lebih jauh, kata Ulla, Perkada hanya jalan terakhir jika komunikasi dengan DPRD mengalami deadlock atau buntu. “Itu (Perkada) jalan terakhir, yang berarti sudah buntu komunikasi. Sebenarnya tidak tepat, karena masih ada jalan supaya itu ditetapkan melalui paripurna. Banyak waktu kok,” terang ketua DPD Partai Demokrat itu.
Bahkan, lanjutnya, usai gagal disetujui hingga batas waktu 20 Juli lalu, DPRD justru berinisiatif ke Kemendagri agar ada solusi tetap bisa diparipurnakan ulang. Sesuai hasil konsultasi, paripurna untuk persetujuan ranperda LPJ APBD 2021 masih bisa dilakukan hingga 1 Agustus.
“Kemendagri sudah kasih kita peluang sampai tanggal 1 Agustus untuk paripurna, tapi tidak ada followup dari Pemprov. Malah perkada yang dia (Pemprov Sulsel) usulkan ke Jakarta,” tambahnya.
Akibatnya, DPRD tidak mengagendakan pelaksanaan paripurna ini, lantaran tidak ada inisiatif dari pemprov untuk menggelar paripurna persetujuan ranperda LPj APBD 2021. “Tidak ada paripurna, karena pemprov mengajukan Perkada ke Kemendagri,” ucapnya.
Sementara itu, pihak Pemprov Sulsel belum bisa dimintai keterangan terkait hal tersebut. Termasuk Sekprov Abdul Hayat Gani, yang hanya singkat mengatakan silakan tanyakan ke Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sulsel. “Silakan tanya ke BKAD soal itu, ya,” kelitnya, kemairn. (jun-rif)