MAKASSAR, BKM — Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perdagangan membuka keran impor beras maksimal 500 ribu ton. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan bahkan sudah menandatangani surat perintah segera izin impor beras.
Dalam waktu dekat akan diimpor sekitar 200 ribu ton. Alasan impor beras ini adalah untuk menambah cadangan beras pemerintah di gudang Bulog.
Menyikapi kebijakan pemerintah pusat itu, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Sulsel secara tegas menyatakan penolakannya. Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) HKTI Sulsel, Luthfi Halide menegaskan impor beras akan memberi dampak yang sangat besar terhadap petani kita.
Kehadiran beras impor akan memengaruhi sentimen pasar. Harga beras akan anjlok. Otomatis akan berdampak langsung pada kesejahteraan petani.
Wakil Bupati Soppeng itu mengatakan nasib petani akan terpuruk. Apalagi menghadapi situasi saat ini. Ekonomi diprediksi semakin sulit, terjadi krisis keuangan, pemanasan global, hingga konflik Rusia dan Ukraina yang berdampak pada sektor pertanian karena bahan baku pupuk berasal dari negara-negara tersebut.
“Kami khawatir, kalau harga beras anjlok karena adanya impor, petani tidak mau lagi mengurus tanaman padinya. Kesejahteraan mereka akan menurun,” ungkapnya saat menggelar jumpa pers di Kafe Red Corner, Jalan Yusuf Dg Ngawing, Rabu (7/12).
Dia mengatakan, alasan pemerintah mengimpor karena stok beras di gudang Bulog menipis tidak terlalu kuat. Harusnya pemerintah mengambil acuan data pada data Statistik.
“Kalau saya mengusulkan yang kita pegang adalah data Statistik. Bisa juga sampel di lapangan, ke gudang penggilingan. Atau gudang-gudang beras swasta. Jangan hanya gudang Bulog saja yang jadi acuan,” terangnya.
Dia menekankan, jika pemerintah pusat ‘ngotot’ mengimpor beras, secara tegas HKTI Sulsel melarang masuk ke Sulsel. Alasanna, Sulsel selama ini terkenal sebagai provinsi penghasil beras dengan posisi selalu surplus. Jadi tidak perlu beras impor masuk ke daerah ini.
“Saya ingin menyampaikan, sesuai data dari Dinas Pertanian Sulsel, dengan luas lahan panen 1,4 juta hektare, mampu menghasilkan 5,34 juta ton lebih gabah kering panen. Kalau dikonversi ke beras sebesar 3,2 juta ton. Sementara kebutuhan beras di Sulsel sekitar 1 juta ton lebih. Artinya, kita ada surplus sekitar dua juta ton. Buat apa beras impor masuk ke Sulsel?” kata mantan Kadis Pertanian Sulsel itu.
Sekretaris DPD HKTI Sulsel Sudirman Numba menegaskan haram hukumnya beras impor masuk ke Sulsel. Dia mengatakan, sangat mengherankan jika ukuran standar impor beras berdasarkan gudang Bulog.
“Ini pemerintah tidak pernah memeriksa berapa beras yang ada dalam gudang swasta. Ini lebih terkait masalah politik pangan kita yang menganut kebijakan pangan murah,” ungkap Sudirman.
Dia memaparkan kemungkinan kosongnya gudang Bulog disebabkan oleh rendahnya penyerapan beras petani karena Bulog cenderung membeli dengan harga murah. Sementara kalau swasta, mereka berani membeli dengan harga tinggi.
Kalaupun memang ada beberapa daerah yang stok berasnya terbatas, mekanisme distribusi dari daerah surplus ke minus bisa diterapkan. “Kesimpulannya, kami dari HKTI Sulsel menegaskan, haram hukumnya impor beras di Sulsel,” tandasnya.
Salah seorang pengurus HKTI Sulsel Aris mengatakan, sungguh ironi jika pemerintah impor beras sementara Sulsel kesulitan dalam memasarkan berasnya. “Tiba-tiba tidak ada apa-apa ingin impor. Apa dasarnya?” cetusnya.
Dia mengatakan, serapan beras Bulog bukan disebabkan kurangnya produksi beras. Namun karena pembeliannya di bawah harga pasar. Otomatis petani akan memilih menjual berasnya ke pedagang yang menawarkan harga lebih tinggi.
“Misalnya beras di pasaran harganya sekitar Rp10 ribuan, sementara Bulog tidak sampai Rp10 ribu pembeliannya. Pasti petani cari harga terbaik. Serapan Bulog otomatis rendah. Sehingga data itulah digunakan untuk impor,” bebernya. (rhm)