MAKASSAR, BKM — Perpanjangan masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun kini tengah dikaji oleh pemerintah.
Diketahui, Presiden RI Joko Widodo menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah mengatur masa jabatan kepala desa selama enam tahun dan selama tiga periode.
Penjabat (Pj) Sekprov Sulsel Andi Aslam Patonangi mengatakan, tuntuntan perpanjagan masa jabatan kepala desa memang memiliki kelebihan dan kekurangan.
Menurutnya, dengan masa jabatan yang diperpanjang tentunya akan memaksimalkan pada kepala desa dalam melaksanakan pembangunan, jika masa jabatan kepala desa disepakati selama sembilan tahun.
“Kalau sembilan tahun rencana pembangunannya kan jadi panjang. Recanana pembangunan desanya menjadi panjang,” ujarnya, Jumat(3/2).
“Namun selama sembilan tahun itu dinamikanya cukup kencang. Bisa saja terjadi perubahan perubahan lingkungan strategis. Perubahan isu strategis yang menyebabkan perencanaan juga ikut berubah,” imbuhnya.
Demikian pula dengan masa jabatan selama enam tahun, lanjut mantan bupati Pinrang itu, stabilitas isu itu bisa terkontrol, namun aspek kesempatan untuk merealisasi program tentu akan berpacu dengan waktu.
“Kalau selama enam tahun terbataski,” tukasnya.
Ia menuturkan, kelebihan dan kekurangan dalam perumusan perpanjangan masa jabatan kepala desa ini mesti menjadi perhatian.
“Plus minusnya harus menjadi perhatian, agar kita jatuh pada pilihan yang tepat, apakah enam tahun kali tiga periode, atau sembilan tahun kali dua periode,” pungkasnya.
Sementara itu, pengamat pemerintahan Ali Armunanto menyampaikan, masa jabatan kepala desa selama sembilan tahun itu terhitung cukup lama yang bisa saja menjadi penghambat regenarasi kepemimpinan di desa.
“Ini bisa saja memperlambat terjadinya regenrasi kepemimpinan, yang tentu seperti menjadi sebuah batasan kesempatan untuk calon pemimpin lain,” tuturnya, Jumat(3/2).
Menuturnya, hal itu juga bisa menajdi pemicu munculnya komflik baru dalam rentang masa jabatan itu. Tidak menutup kemungkinan akan ada kepala desa yang diberhentikan secara paksa melalui ‘kudeta’.
“Ketika ada kepala desa yang bermasalah, tidak disukai oleh masyarakat tentu akan diturunkan secara paksa,” kata Ali Armunanto.
Terkait dengan asumsi masyarakat terhadap penggunakan anggaran yang sensitif, ia mengatakan hal itu tidak ada kaitannya dengan perpanjangan masa jabatan kepala desa ini. Hanya saja, tegas Ali Armunanto, pengawasan mesti dilakukan secara maksimal oleh pihak yang terkait dalam melakukan pengawasan.
“Aparat yang berwenang mengawasi penggunaan anggaran harus betul-betul melakukan tugasnya dengan maksimal,” pungkasnya. (jun)