MAKASSAR, BKM — Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan akhirnya menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembayaran ganti rugi lahan pada proyek strategis nasional pembangunan Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo tahun 2021. Mereka adalah AA, ND, NR, AN, AJ, dan JK.
Penetapan tersangka tersebut dilakukan setelah penyidik Pidsus Kejati Sulsel melakukan pemeriksaan selama 12 jam dan mendapatkan alat bukti yang sah sebagaimana yang diatur dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel Soetarmi mengatakan hal itu dalam rilis kasus di kantor Kejati Sulsel, Kamis malam (26/10). Menurutnya, setelah keenam orang tersebut ditetpkan sebagai tersangka, penyidik kemudian memeriksakan kesehatannya kepada tim dokter dari Dinas Kesehatan Makassar.
”Hasil pemeriksaan menyatakan bahwa yang bersangkutan dalam keadaan sehat, serta tidak dalam keadaan Covid-19. Untuk itu para tersangka dilakukan tindakan penahanan masing-masing selama 20 hari ke depan, terhitung mulai 26 Oktober sampai 14 November 2023,” ujar Soetarmi.
Untuk tersangka AA, kata Soetarmi, dilakukan penahanan di Rutan Kelas IA Makassar. Sementara tersangka AJ, JK, ND, NR, AN dijebloskan ke dlam sel tahanan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1A Makassar.
“Alasan penahanan kepada para tersangka karena dihawatirkan dapat menghilangkan barang bukti dan alat bukti yang berkaitan dengan transaksi dan pembayaran tanah eks kawasan hutan,” terang Soetarmi lagi.
Disebutkan Soetarmi, tersangka AA merupakan Ketua Satuan Tugas (Satgas) B pada Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Wajo. Adapun ND, NR, dan AN adalah anggota Satgas B perwakilan dari masyarakat. Sedangkan AJ selaku anggota Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T), sekaligus Kepala Desa Paselloreng, Kecamatan Gilireng, Kabupaten Wajo. Sementara JK selaku anggota P2T yang juga Kepala Desa Arajang, Kecamatan Gilireng, Kabupaten Wajo.
Soetami menerangkan, lahan sekitar 72 hektare dengan luasan 241 bidang tanah yang dibayarkan ganti ruginya merupakan eks kawasan hutan yang merupakan tanah negara dan tidak dapat dikategorikan sebagai lahan atau tanah garapan.
“Karena itu, pembayaran terhadap 241 bidang tanah tersebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp13,2miliar lebih berdasarkan hasil perhitungan BPKP Provinsi Sulsel,” ungkapnya.
Para tersangka dijerat sangkaan primair pasal 2 ayat (1), subsidair pasal 3 juncto pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang RI nomor 31 tahun 1999, juncto pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHPidana dengan ancaman empat tahun penjara. (arf)